Khatib dan imam dalam shalat Jum'at
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Allah memberikan perhatian yang besar kepada shalat Jumat. Pada kesempatan itu seluruh kaum muslimin berkumpul di mesjid agung untuk mendengarkan khutbah seorang khatib yang akan memberi nasehat kepada mereka, dan mengajak mereka untuk ingat serta taat kepada Allah, dan mengikuti sunah Nabi-Nya Sallallahu Alaihi wasallam.
Shalat Jum’at pertama kali dikerjakan oleh Rasullah SAW di Madinah, pada waktu beliau hijrah dari mekah ke Madinah: yaitu ketika tiba di Qubah. shalat Jum’at yang pertama dilakukan di suatu kampung ‘Amru bin Auf’. Rasulullah SAW tiba di Qubah pada hari Senin dan berdiam di sini hingga hari Kamis, selama waktu itu beliau Membuat atau menegakkan Mesjid buat Sembahyang kaum Muslimin di Qubah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERINTAH MELAKUKAN SHALAT JUM’AT
Perintah melakukan shalat jum’at sudah dijelaskan dalam al-quran , Allah berfirman dalam surah Al-Jumuah ayat 9 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.” (QS.Al-jumuah/62:9)
Apabila imam Telah naik mimbar dan muazzin Telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua pekerjaannya. Pensyariatan shalat jum’at juga sudah di terangkan dalam hadist-hadist nabi , salah satunya yang diriwayatkan oleh imam muslim, dari umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhuma, bahwa mereka mendengar Rasulullah Saw bersabda di atas mimbar :
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ مِنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ
Artinya:“ hendaklah orang-orang berhenti meninggalkan shalat jum’at atau Allah akan menutub hati mereka dari hidayah sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadist diatas, shalat jum’at sangatlah disyariatkan oleh allah terhadap orang mukmin, para ulama’ menghukumi orang-orang yang meninggalkan kewajiban shalat jum’at sebagai pelaku dosa besar dan termasuk kekufuran.
Syarat –syarat sahnya solat jum’at ada enam diantaranya adalah:
Shalatnya harus dilakukan diwaktu dzuhur
Shalatnya didirikan dilingkup perkampungan (kota atau desa)
Dilakukan dengan cara berjamaah
Jumlah perserta jamaah shalat jum’at harus 40 oranag atau lebih, yang masing-masing 40 orang tersebut harus memenuhi syarat sebagai ahli jum’at, adapun syarat-syarat ahli jum’at adalh sebagai berikut:
- Merdeka
- Laki-laki
- Baligh
- Istithah(menjadi warga asli atau mukim )
- Tidak boleh mendahului atau bersamaan dengan shalat jum’ah didaerah tersebut
- Harus didahulikan dua khatbah
Hukum menghadiri shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim, kecuali empat orang : Budak, Wanita, Anak-anak, dan Orang Sakit, Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits:
اَلْجُمْعَةٌ وَا جِبٌ عَلى كُلِّمُسْلِمٍ اِلَّا عَلى اَرْبَعَةٌ : عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ وَامْرَاَةٌ وَصَبِيِّ مَرِيْضٌ (روه ابو داود)
Artinya: "shalat jum’at adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan ) atas empat orang yaitu, Budak, Wanita, Anak kecil dan Orang sakit . "(HR. Abu Daud) .
Shalat Jum’at shalat fardhu dua raka’at pada hari Jum’at dan di kerjakan pada waktu Zhuhur sesudah dua khutbah. orang yang telah mengerjakan shalat Jum’at, tidak diwajibkan mengerjakan shalat Zhuhur lagi. Shalat Jum’at Fardhu’ ain bagi setiap Muslim yang Mukallaf, laki laki, merdeka, sehat dan bukan Musafir.
C. IMAM DALAM SHALAT JUM’AT
Imam shalat jum’at tidaklah harus sesuai dengan orang yang menjadi khatib, Dalam mazhab Syafi’i, tampaknya tidak ada keharusan yang menjadi imam shalat Jumat adalah sekaligus khatibnya. Ada hadis yang disitu menjadikan banyak pemahaman yang berbeda dari penafsiran hadist nabi sebagai berikut:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ: أَنْصِتْ، يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامِ يَخْطُبُ، فَقَدْ لَغَوْتَ. متفق عليه
Artinya, “Ketika kamu berkata kepada temanmu, ‘Diamlah’ pada hari Jumat sementara imam sedang berkhutbah, maka sungguh telah mengucapkan ucapan yang tidak berguna,” (Muttafaq ‘Alaih)
Namun demikian, para ulama pensyarah hadits tidak menjelaskan bahwa redaksi ‘wal imamu yakhtubu’ berarti menunjukkan bahwa yang menjadi imam harus sekaligus khatibnya. Tetapi maksudnya adalah kewajiban inshat atau diam saat Jumatan hanya berlaku saat khatib berkhutbah, sebagaimana mazhab Syafi’i, mazhab Maliki, dan jumhur ulama. Hal ini tersirat dalam penjelasan Imam Syamsuddin Ar-Ramli (919-1004 H/1513-1596 M) ketika menjelaskan kesunnahan khatib untuk segera menuju ke mihrab (tempat Imam) setelah selesai khutbah bersamaan dengan muazin mengumandangkan iqamah. Tokoh mazhab Syafi’i asal Mesir berjuluk As-Syafi’i As-Shaghir menjelaskan:
لَوْ كَانَ الْإِمَامُ غَيْرَ الْخَطِيبِ وَهُوَ بَعِيدٌ عَنِ الْمِحْرَابِ أَوْ بَطِيءَ النَّهْضَةِ سُنَّ لَهُ الْقِيَامُ بِقَدْرٍ يَبْلُغُ بِهِ الْمِحْرَابَ، وَإِنْ فَاتَتْهُ سُنَّةُ تَأَخُّرِ الْقِيَامِ إلَى فَرَاغِ الْإِقَامَة
Artinya, “Andaikan imamnya bukan orang yang berkhutbah sementara posisinya jauh dari mihrab, atau ia orang yang lambat bangunnya, maka disunnahkan berdiri dahulu dengan ukuran waktu yang dengannya ia mampu mencapai mihrab, meskipun kehilangan kesunnahan menunda berdiri sampai muazin selesai dari iqamahnya”.
Selain itu, hal tersebut juga terkonfirmasi secara terang-terangan dalam kitab Rahmatul Ummah karya Muhammad bin Abdirrahman Ad-Dimasyqi. Di sana ia mengatakan:
وَاخْتَلَفُوا هَلْ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ الْمُصَلِّي غَيْرَ الْخَاطِبِ؟ فَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ: يَجُوزُ لِعُذْرِ. وَقَالَ مَالِكُ:
لَا يُصَلِّي إِلَّا مَنْ خَطَبَ. وَلِلشَّافِعِيِّ قَوْلَانِ، اَلصَّحِيحُ الْجَوَازُ. وَعَنْ أَحْمَدَ رِوَايَتَانِ
Artinya, “Imam mazhab empat berbeda pendapat, apakah boleh yang mengimami shalat Jumat adalah selain orang yang berkhutbah? Lalu Imam Abu Hanifah berpendapat boleh bila karena ada uzur. Imam Malik berpendapat tidak boleh mengimami shalat Jumat kecuali orang yang berkhutbah. Imam punya dua pendapat, dan pendapat yang shahih adalah boleh. Sementara dari Imam Ahmad terdapat dua riwayat (yang membolehkan dan tidak membolehkan),”
Dari uraian di atas diketahui bahwa masalah ‘siapa yang boleh menjadi imam shalat Jumat, apakah orang yang berkhutbah atau orang lain’ merupakan permasalahan khilafiyah imam mazhab empat. Bahkan Imam As-Syafi’i juga punya dua pendapat, sebagaimana dari Imam Ahmad diwariskan dua riwayat pendapatnya.
Sholat jum’at menjadi salah satu shalat yang wajib bagi imam untuk berniat menjadi imam, selain itu ada tiga lagi , diantaranya sebagai berikut:
shalat yang diulangi (I’adah) dengan berjamaah
shalat yang dinadzarkan jika dilaksanakan dengan berjamaah
shalat jamak taqdim yang disebabkan oleh hujan dan dilakukan berjamaah.
Dengan demikian niat menjadi imam dalam shalat jum’at itu berbeda dengan niat bagi imam untuk berniat menjadi imam pada shalat-shalat fardhu lainya, walaupun kedudukan shalat jum’at sendiri menjadi pengganti shalat fardhu (dzuhur).
D. KHATIB DALAM SHALAT JUM’AT
Khatib menurut KBBI adalah orang yang berkhutbah pada saat shalat jum’at. khatib merupakan salah satu ajaran agama islam yang harus di pelajari dan dipahami oleh orang islam sendiri khususnya orang laki-laki. Pada dasarnya khatib adalah perwakilan dari salah satu peserta shalat jum’at, hukumnya ferdhu kifayah. Terlepas dari orang tersebut menjadi khatib ataupun tidak , mempelajari ilmunya khotbah pun menjadi suatu keharusan.
Rukun dua khatbah jum’at ada lima yaitu:
Membaca hamdalah kepada Allah SWT didalam dua khutbah (pertama dan kedua) hukumnya wajib, yakni dimulai dengan lafadz yang memuji allah SWT. misalnya Alhamdulillah, Ahmadullah atupun Innalhamda lillah.
Membaca shalawat kepada NAbi Muhammad SAW di dalam dua khutbah (pertama dan kedua) wajib dilafalkan dengan jelas, minimal paling tidak ucapan shalawat. Misalnya seperti, shalli ala Muhammad, atau as-shalatu ala Muhammad.
Membaca wasiat taqwa atau mengajak umat islam untuk bertaqwa kwpada Allah SWT (pertama dan kedua) misal, “marilah kita bertaqwa serta menjadi hamba yang taat kepada allah yang maha esa”
Membaca sebagian ayat Al-Qur’an didalam salah satu khutbah
Membaca do’a secara umum yang ditujukan kepada mukmin laki-laki maupun mukmin perempuan pada khutbah yang kedua
Syarat sah dua khatbah itu ada sepuluh yaitu:
Harus suci dari hadas besar dan kecil
Pakaian, badan dan tempat harus suci dari najis
Khatib harus menutup aurat
Berdari bagi orang yang mampu
Duduk diantara dua khutbah
batasan dalam duduk diantara dua khatbah itu lebih lama dari pada tumakninahnya dalam melakukan sholat. Pada saat khatib duduk diantara dua khatbah dan muadzin mengumandangkan solawat, waktu tersebut salah satu menjadi waktu yang mustajab untuk memanjatkan doa
Berturut-turut antara dua khatbah
Berturut-turut antara duakhatbah dengan shalat jum’at
Khutbah harus dengan bahasa arab (hukum aslinya)
Yang dimaksut disini tdak keseluruhan dari bacaan khutbah itu diwajibkan menggunakan bahasa arab, akan tetapi paling minimum-minimumnya pada rukun-rukunya khutbah.
khutbah harus didengar oleh 40 orang
disini ada dua pendapat tentang khutbah harus di dengar oleh 40 orang ahli jum’at, menurut imam ramli hukumnya sah, karena yang terpenting bacaan khatib (saat membaca rukun khatbah ) berpotensi (quwwah) untuk didengar oleh 40 orang ahli jum’at dalam kondisi normal, walaupun pada kenyataannya (fi’il) khutbah tidak didengar. Selain itu hal ini diperkuat dengan adanya hadist tentang mendengarkan khutbah , yakni shunah
جَاءَرَجُلٌ إِلَي النَّبِيِّ صلي الله عليه وسلم وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَي الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَقَالَ مَتَي السَّاعَةُ؟ فَأَشَارَ النَّاسُ إِلَيْهِ أَنِ اسْكُتْ فَقَالَ النَّبِيِّ صلي الله عليه وسلمعِنْدَ الثَالِثَةِ مَا أَعْدَدْتَ لَهَا ؟ قَالَ حُبَّ الله وَرَسُوْلِهِ، قَالَ إِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ رواه البيهقي
Artinya: “datang seorang laki-laki pada nabi saw. tak kala beliau berdiri diatas mimbar pada hari jum’at. Lelaki itu bertanya : kapan datangnya hari kiyamat? Orang-orang memberikan isyarat kepadanya untuk diam. Kemudian Nabi SAW. menjawab pada pertanyaan yang ketigakainya : apa yang telah engkau persiapkan untuk hari itu? Laki-laki itu menjawab : mencintai Allah dan rasululnya. Nabi SAW berkata: sesungguhnya engkau bersama orangh-orang yang engkau cintai.” (HR. Baihaqi)
Sementara menurut imam Ibnu Hajar tidak sah. Karena bacaan khatib harus didengar oleh para jamaah khususnya 40 ahli jum’at.
dua khutbah harus dilakukan pada waktu dzuhur.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perintah melakukan shalat jum’at sudah dijelaskan dalam al-quran , Allah berfirman dalam surah Al-Jumuah ayat 9 dan hadis riwayat Muslim .
Hukum menghadiri shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim, kecuali empat orang : Budak, Wanita, Anak-anak, dan Orang Sakit.
Imam shalat jum’at tidaklah harus sesuai dengan orang yang menjadi khatib, Dalam mazhab Syafi’i, tampaknya tidak ada keharusan yang menjadi imam shalat Jumat adalah sekaligus khatibnya.
khatib merupakan salah satu ajaran agama islam yang harus di pelajari dan dipahami oleh orang islam sendiri khususnya orang laki-laki. Pada dasarnya khatib adalah perwakilan dari salah satu peserta shalat jum’at, hukumnya ferdhu kifayah. Terlepas dari orang tersebut menjadi khatib ataupun tidak , mempelajari ilmunya khotbah pun menjadi suatu keharusan.
SARAN
Penulisan makalah ini di tujukan sekedar bisa menjadi gambaran sekilas, tambahan dan wawasan tentang imam dan khatib dalam shalat jum’at. Penulis menyarankan agar bisa menjadi tuntutan kita dalam melaksanakan sesuai syari’at islam yang telah di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
TIM Pemmbukuan ANFA’ 2015. 2015 Jabalkat, . kediri, Lirbiyo press
Yahya Abdul Wahid Dahlan, 2003, Fiqih Ibadah mudah dan praktis, semarang, PT.karya toha putra,
Kbbi.web.id diakses tanggal 26-10-2019 (23:13)
https://islam.nu.or.id/post/read/97018/hukum-shalat-jumat-dengan-imam-dan-khatib-lain-orang
http://repository.uinsu.ac.id/4929/3/BAB%20I.pdf diakses 18 november 2019 pukul 21:03
Kementrian agama RI,2007,Al-Qur’an dan terjemahnya, bandung, sigma examedia arkaleema
Al-Asqolani, Ibnu Hajar. Bhulugul marom, Surabaya, maktabah imarotullah
Mantap infonya...
BalasHapus